Untuk Bintang
Mungkin kini kamu sudah melupakanku. Kamu menjauh, aku mengerti
dan menerimanya. Takdirlah yang telah mengatur ini semua. Mungkin bukan kini,
tapi aku masih berharap saja.
Aku tak
bisa menjelaskannya kenapa, tapi aku yakin kamulah orangnya. Aku yakin kamu
bisa berubah menjadi seseorang yang mampu menghapus air mataku bukannya
menciptakan air mataku. Aku tahu kamu tidak menyukai ketika aku menangis dan
diam. Aku tahu kamu akan merasa sangat bersalah dan mencacimaki dirimu sendiri
karena telah melukaiku.
Aku mampu
bersikap ekspresif, tapi kamu tidak. Kamu lelaki. Aku tahu kamu pernah sakit. Aku
tahu aku pernah menyakitimu begitu dalam. Tapi kamu tak pernah mengatakannya
padaku. Kamu diam, dan selalu berusaha bahagia saaat dihadapanku. Kamu. Aku minta
maaf atas sakit yang kamu rasakan selama ini.
Aku memang
bodoh mengerti kamu. Mungkinkah masih ada cinta dihatimu hingga kini? Mungkinkah
kamu masih memujaku seperti kamu memujaku dulu? Masihkah kamu akan bertahan
dengan janji yang telah kita sepakati? Aku ragu.
Padahal aku
sering mengatakan bodohnya orang yang selama bertahun-tahun menyukai seseorang
tanpa adanya balasan. Tapi kini aku mampu mengerti betapa tidak beruntungnya mereka.
Karena mereka tak punya pilihan dan telah ditakdirkan demikian. Ketika jatuh
cinta, kita takkan bisa menghindarinya. Karena cinta tidak diciptakan, cinta
akan tiba-tiba datang walau kita tak mengharapkannya.
Kini aku
hanya mampu menunggu. Menagih janji yang entah akan tertepati atau tidak. Aku pasrah
menyerahkannya pada waktu. Biar ia berjalan sesukanya.
Memang bodoh
jika mengandalkan pepatah “cinta takkan kemana” tapi orang sepertiku kini sudah
tak punya banyak pilihan lagi.