Kemarin aku mengirimkan pesan
padamu. Aku bertanya, bolehkah aku marah padamu? Kamu bingung kenapa aku
tiba-tiba mengirim pesan demikian. Kamu minta maaf karena tak membalas pesanku
kemarin malam. Tapi kukatakan, bukan itu masalahnya, nanti, kalau kita bertemu
akan kujelaskan.
Selang dua hari aku tak
menghubungimu, pesanmu masuk ke ponselku, “Kita jadi bertemu?”. Kukatakan
terserah, lalu kamu berjanji akan menemuiku sejam berikutnya. Aku menurut saja,
tapi sebenarnya jantungku pun berdetak begitu kencang. Baiklah, aku tahu aku
masih sangat mencintainya. Bertemu saja begini, bagaimana bisa marah?
Tapi tidak, aku harus tetap bisa
ber-akting marah padanya. Aku harus jadi perempuan yang punya prinsip di
depannya. Well, aku tak ingin dia
terus-terusan mempermainkan hatiku. Huftt, aku menarik nafas dalam-dalam, lalu
mengeluarkannya sembari menunggunya datang.
Ya Tuhan, aku gugup. Apa yang harus
ku katakan nanti ketika bertemu. Aku tak membiarkan diriku membanyangkannya. Saat
pesannya masuk ke ponselku, aku masih berusaha menenangkan diriku. Oke, dia
datang. Aku berkomat-kamit sendiri mencoba menghilangkan gugupku.
Kami kemudian duduk di kursi
panjang di teras rumah. Duduk kami agak berjauhan. Beberapa kali ku dengar dia
terbatuk-batuk. “Kamu sakit?” tanyaku basa-basi. “Iya” suaranya parau
menjawabku.
“Sudah makan? Minum obat?”
“Sudah barusan, tapi belum minum
obat”
“Minum obat dulu sana, aku lho
kasian liat e”
“Aku nggak apa-apa. Kemarin kamu
bilang kamu marah sama aku. Marahi aku sekarang kalau begitu” katanya. Aku
terdiam.
“Well, aku nggak akan tega marahin
orang sakit”
“Nggak papa. Memangnya aku punya
salah apa padamu? Pasti masih nyangkut-nyangkut masalah kemarin kan?”
Aku tertawa tapi memandang ke arah
lain. Aku tak tahu bagaimana ekspresimu waktu itu, aku tak berani melihatnya.
Yah, aku mencoba mencairkan suasana. Kadang tak perlu ada suasana tegang pula
saat menyelesaikan masalah.
“Aku cuman ngerasa kamu nggak
konsisten. Dulu kamu bilang kamu suka, tapi kemarin kamu bilang kamu cuma
menganggapku adik perempuanmu. Aku nggak ngerti. Rasanya cuman sebuah boneka yang
kalo pengen dimainin, kalau udah bosen yaudah dibuang gitu aja. Rasanya sakit”
aku tertawa tanpa melihatnya, “tapi yaudalah, aku cuman ingin cerita aja kok
apa yang aku rasain” kita terdiam di beberapa menit berikutnya.
“Aku merasa selalu aku yang
disalahkan. Yang nggak konsistenlah, yang beginilah begitulah. Menurutku kamu
juga tidak konsisten. Kalau kamu konsisten, kamu nggak akan mau menerimaku
dengan sikapku setelah kita dekat lagi. Sikapku yang memang ku akui memberikan
harapan. Kalau kamu konsisten…”
“Aku konsisten!”sambil tertawa, aku
menyelanya.
“Nggak, kamu nggak konsisten. Kalau
kamu konsisten kamu nggak akan membiarkanku…”
“Aku konsisten!”
“Kamu nggak akan membiarkanku
bersikap seperti itu”
“Aku konsisten”
“Nggak”
“Aku konsisten, aku masih
mencintaimu dari dulu sampai sekarang! Rasaku masih tetap sama. Lalu aku harus
bagaimana?” aku berteriak, lalu memandangnya. Tak berapa lama aku mengalihkan
pandanganku. Tak punya prediksi bagaimana reaksinya detik berikutnya.
“Memangnya dari dulu sampai
sekarang yang masih mencintai, hanya kamu?” aku terdiam. Tuhan ! Aku tidak
menyangka dia akan berkata demikian.
“Memangnya siapa yang tidak ingin
menepati janji-janji dan mimpi-mimpi yang dulu pernah ada?”
Aku semakin terdiam dengan
kata-katanya. Tuhan! Dadaku sesak, aku bahagia dia berkata demikian. Tuhan,
nyatanya dia memang masih menyimpan rasa yang sama denganku.
Aku memandangnya lalu tersenyum,
malu. Dia malah tersenyum lebih lebar dariku. Ya Tuhan, sungguh aku semakin percaya
padanya, juga pada tanda yang Engkau berikan pada hatiku yang memang telah
memilihnya.
Jam menunjukkan pukul sembilan
malam, setelah kita berbincang sambil saling tersenyum malu-malu. Kamu
berpamitan pulang.
“Aku sudah tidak marah. Bagaimana
denganmu? Masih ingin marah kah?” kataku saat mengantarmu ke depan pagar.
“Aku sudah tidak
mempermasalahkannya kok” ujarnya sambil tersenyum.
Aku mengangguk dan membalas
senyumnya. Detik berikutnya, aku sudah melambaikan tangan, mengantar bayangmu
disudut gang. Bintang, kamu tahu ceritaku malam ini :) .
14/11/2012
0 komentar:
Posting Komentar