Pages

Jumat, 18 Januari 2013

Hari ke-14 : Magentaku



Lilin temaram itu seperti tersenyum, bukankah indah dilihat dari disudut mata? Bukankah begitu, magentaku? Kita berdua terhanyut dalam dingin malam, menelisik kisah di ujung gang. Melangkahkan kaki menuju arah yang tak ditentukan. Kau selalu begitu. Selalu bisa membuatku bertanya-tanya tentang arti dari lakumu, dari caramu menembus retinaku.
Kadang kita bermain-main di sudut senja, tempat favorit kita. Menikmati bisikan ombak yang menyapu kaki-kaki kita. Lalu angin yang menghempas wajah kita. Kita sama-sama terpesona olehnya. Termenung saja tanpa kata yang terucap. Bukankah indah, magentaku?
Kau tahu benar aku mempunyai rasa, rasa warna-warni yang selalu kutuangkan pada kertas rokok silver mu. Dan kau tahu benar maknanya, walau hanya sebaris puisi yang kutuliskan disana.
Kau selalu memberiku kisah-kisah baru. Aku menikmati setiap saat yang kau bisikan dihari-hariku. Rasa ini membutakanku. Kata orang, cinta adalah hal yang tak menyentuh wilayah logika. Ah, dan itu terjadi padaku. Padaku yang diam-diam memperhatikanmu disudut keramaian. Padaku yang selalu ingin mendengarkan lantunan petik gitarmu. Padaku yang kagum pada caramu memperlakukanku. Dan padaku yang untuk pertama kali, hanya ingin memberikan tak mengharap lebih dari ini.
Kita juga bersenandung dalam tarian hujan. Waktu itu, kamu berjanji untuk membuatkan lagu ‘kita’. Iya, aku membuatkan liriknya dari tetes embun pagi dan senja. Lalu kamu akan merangkainya dengan nyanyian burung-burung kecil pagi hari dan alunan suara ombak saat magenta terlihat di ufuk barat.
Aku bertanya-tanya pada rembulan, lagu seperti apa yang akan kamu buatkan untukku? Apakah sejuk seperti udara pagi kah ketika mendengarnya? Atau lembut seperti awan kapas yang sering kita nikmati waktu senja? Belum sampai langit memberikan jawaban, tapi langit malah seperti menutup anganku saat awan mendung menutupi rembulan.
Akhirnya aku terpaksa mengakhiri berangan tentangmu. Aku lalu memejamkan mataku dan berharap kamu datang dalm mimpiku malam ini. Harus. Aku tidak mau memberikan toleransi sedikitpun untukmu. Karena, memikirkanmu sudah menyita setengah dari aktivitasku. Maka, kamu harus bertanggungjawab dengan menemuiku, walau hanya dalam mimpi.
Esoknya kamu membawa gitar kesayanganmu. Kita bermain-main lagi di balkon rumahmu yang langsung menghadap ke arah laut. Angin sedang tak terlalu kencang. Karena angin tak kemana-mana, ia ingin bersama kita. Ingin menyejukkan hati dan mengukirkan seutas senyum untukmu dan aku.
Aku memandangmu, lalu denting gitar itu mulai menari-nari oleh jemarimu…
I need you, woman
I need you woman every night
Nada selanjutnya samar, aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Tapi aku tahu isi lagu itu adalah bahwa kamu membutuhkanku. Does it mean me? Itu ‘the woman’ yang kamu maksud. Ah, nggak. Aku menggelengkan kepalaku sendiri. Tak berani berharap banyak.
Kamu memang tak berkata apa-apa. Makanya rasanya hanya aku yang merasa bingung dan deg-degan sendiri. Aku membelakangimu, seolah aku menikmati pemandangan laut. Aku tersenyum malu-malu, lagu itu… aku sungguh tak berani memikirkannya. Tapi, rasanya aku mengerti bahwa memang untukku.
Tahukah kamu, aku sungguh merasa bahagia bersamamu. Kita sama-sama punya mimpi, kita sama-sama tahu tujuan hidup kita. Dan aku mengagumi itu. Kamu selalu saja mampu membuatku terhanyut dan nyaman berada disisimu. Tiada  yang lain  yang ku butuhkan, kau memenuhiku. Puisi-puisi bahasa kalbu, retorika-retorika yang terlontar dan pandang retina yang berucap.
Jangan pernah lepaskan aku. Jangan pernah. Karena bahagia ini takkan pernah usai, jika kamu yang ada disampingku.


2 komentar:

fatimahghaniem

pengen ku tabok kamu zur, ini bikin orang galau aja kalo baca~ kebanyakan curhat ni haha :P

Prameswalatte

huakakakakak... situ yang galau kok saya yang disalahin :P haha

Posting Komentar