Kita bertemu lagi akhirnya, bahwa
akhirnya aku kini telah menikah dengan orang lain dan kamu masih saja sendiri.
Aku dulu pernah mengejarmu. Aku dulu pernah begitu menginginkanmu untuk menjadi
pendamping hidupku. Aku dulu bisa dibutakan oleh perasaan ini hingga aku meluruhkan gengsiku untuk
mengejarmu.
Aku tersenyum sendiri kalau aku
mengingat semua usaha yang kulakukan untuk mendapatkanmu dulu. Rasanya konyol,
aku merasa sangat malu dan tertawa sendiri jika mengingatnya. Padahal
jelas-jelas aku tahu bahwa kamu sudah memilih dia dan hanya menganggapku
seorang sahabat perempuan.
Tapi karena sudah sifatku yang
keras kepala, aku terus saja mengejarmu. Berharap bahwa kamu pada akhirnya akan
melihatku. Ya, aku yang sudah jelas mencintaimu dan mau menerima apa adanya
kamu. Apa salah kalau akhirnya seorang sahabat akhirnya jatuh cinta?
Waktu itu aku berada dalam
lingkaran hati. Ya, kamu mengejarnya, sedangkan aku mengejarmu dan dia mengejar
yang lain. Dia tak ingin denganmu, kamu ingin dengannya, sedangkan aku ingin
denganmu. Kita tetap saja saling berkejaran pada lingkaran itu.
Sampai aku sadar, bahwa tak akan ada
akhirnya jika tidak ada salah satu dari kita yang akhirnya mencoba untuk
mengerti dan memutuskan untuk berhenti mengejar. Dan ya, akhirnya aku yang
memutuskan untuk berhenti. Bukan kemauanku sih sebenarnya, tapi kamu yang
akhirnya memintaku untuk berhenti. Kamu yang meyakinkan aku bahwa yang kamu
cinta hanyalah dia, bukan aku.
Waktu itu, ketika akhirnya aku
mengatakan semuanya. Aku merasa sudah tidak kuat, hingga aku menelan gengsiku
sendiri untuk menyatakan isi hatiku padamu.
“Saya sayang kamu, Ko. Udah dua
tahun ini saya nungguin kamu. Saya nunggu kamu jatuh cinta sama saya. Dan ini,
Liat! Saya mencopot kacamata dan menggantinya dengan softlens karena kamu. Saya diet mati-matian dan fitness yiap hari tiap pulang kerja,
biar saya jadi wanita cantik dan paling nggak kamu ngeliat saya!”
Aku berhenti dan terisak, menghapus
air mata lalu melanjutkan,
“Saya berusaha jadi cantik demi kamu. Cuman demi kamu! Saya yang ngertiin kamuk, Ko. Saya yang selalu ada buat kamu, waktu kamu susah, waktu kamu seneng. Saya lakuin apa aja buat kamu, tapi sekalipun kamu nggak pernah ngelihat saya. Saya pikir saya sendiri yang harus ngebuat kamu sadar bahwa saya sayang kamu. Saya ingin kamu, Ko” air mataku berlinang, membentuk anak-anak sungai dipipiku. Isakku semakin menjadi, lalu tubuhku melemah dan ambruk. Kamu segera mendekatiku lalu berkata,
“Saya berusaha jadi cantik demi kamu. Cuman demi kamu! Saya yang ngertiin kamuk, Ko. Saya yang selalu ada buat kamu, waktu kamu susah, waktu kamu seneng. Saya lakuin apa aja buat kamu, tapi sekalipun kamu nggak pernah ngelihat saya. Saya pikir saya sendiri yang harus ngebuat kamu sadar bahwa saya sayang kamu. Saya ingin kamu, Ko” air mataku berlinang, membentuk anak-anak sungai dipipiku. Isakku semakin menjadi, lalu tubuhku melemah dan ambruk. Kamu segera mendekatiku lalu berkata,
“Intan cantik, saya mohon kamu
jangan begini. Saya minta maaf saya tidak bisa melihat dan membalas hati kamu.
Karena sayang saya cuma satu dan itu hanya untuk dia. Saya sudah mengejarnya
sejak kita sama-sama dibangku SMP… saya harap kamu mengerti” kamu memegang
kedua bahuku.
“Dan kenapa kamu tidak memilihku?
Denganku, kamu tidak akan perlu menunggu selama itu agar aku membalas
perasaanmu” aku berteriak juga memohon padanya bahwa aku! Aku yang pantas
untukmu! Aku mencoba menyadarkanmu, bahwa yang cuma bisa mencintai kamu dengan
sempurna hanya aku!
Kamu menunduk dan tak bisa
menatapku. Kamu menghela nafas panjang sebelum berkata, “Intan cantik, tapi
saya sudah memilih. Dan sulit sekali move
on dari dia. Bahkan saya nggak mau move
on. Saya sudah terlanjur yakin bahwa dia adalah true love saya”
“Apa sih yang kamu mau? Apa lebihnya
dia dari aku? Kenapa kamu tidak denganku saja?”
“Dia sudah mencuri hati saya lebih
dulu. Dia cinta pertama saya”
“…” aku terdiam dan tak bisa
berkata apa-apa lagi. Aku hanya merasakan hatiku yang semakin ngilu karena
kenyataan pahit dari kejujuran kata-katamu.
“Intan cantik, tolong jangan
menangis. Kamu cantik kok, kamu pasti bisa mendapatkan pria lain yang tidak
brengsek seperti saya, yang sudah mengecewakan kamu berkali-kali. Ada orang
lain yang lebih pantas untuk mendapatkan cinta yang tulus dari kamu. Ada orang
yang lebih baik dari saya yang akan menuntun, juga mendampingi kamu untuk mewujudkan
mimpi-mimpi kamu. Tapi percayalah, bukan saya orangnya…”
“Tapi saya cuma mau kamu, Ko”
ujarku lirih.
Berhari-hari kemudian aku masih
menangis setiap hari. Menghabiskan persediaan tissue yang seharusnya bisa untuk
dua bulan hanya dalam waktu seminggu. Dengan kata-katamu aku kemudian sadar
lalu memutuskan untuk move on. Susah
sekali untuk move on, bahkan
sebenarnya aku tak ingin. Sama persis seperti ucapanmu padaku tentang
perasaanmu kepadanya.
Aku kemudian menghindarimu. Aku
memang sudah tenang, tapi berusaha move
on dari orang yang kamu temui setiap hari itu sama saja bunuh diri. Akan
sangat sulit sekali berperang dengan batinku sendiri. Aku lalu membuang semua
benda-benda yang berhubungan denganmu. Aku menghilang darimu dan pindah ke kota
asalku, memulai kehidupan baru disana.
Beberapa tahun kemudian, aku
akhirnya menikah dengan orang yang memang mencintaiku. Aku kemudian sadar,
bahwa jodoh tidak bisa dipaksakan. Jodoh diatur oleh Tuhan, dan percayalah
bahwa Tuhan pasti tahu yang terbaik untuk kita. Aku percaya itu, karena kini
aku merasa begitu bahagia memiliki dia.
Beberapa minggu yang lalu, kamu
mengirim e-mail padaku. Ya, memang e-mailku masih sama. Aku lupa mengubahnya
dan lupa kamu ternyata mencatatnya. Kamu mengundangku untuk hadir di café
barumu. Kamu mengundangku sebagai teman lama. Dan aku memutuskan untuk memenuhi
undanganmu. Aku juga tergelitik untuk tahu kabarmu kini.
Aku telah tiba dan aku melihat
sosok itu. Ia kemudian menoleh dan menangkap padangan mataku. Dia tersenyum
lalu berjalan padaku. Posturnya masih sama kurus jangkung, tapi dandanannya
menjadi lebih rapi sekarang. Potongan rambutnya juga berubah dan sekarang ia
memakai parfum. Perubahan besar!
Ia tersenyum padaku, lalu berkata “Hai”
“Hai, Ko”
0 komentar:
Posting Komentar