Aku memandangmu lekat dari sudut
ini. Seketika dadaku membuncah seolah ada desir ini, tenang ini dan bahagia ini.
Semua bercampur aduk begitu saja, ada terselip rasa takut yang membuat
lamunanku pergi diterbangkan bersama angin semilir di pantai ini. Aku lalu
mengalihkan pandanganku pada ombak. Pada nyanyian indah alam yang tak pernah
berhenti bersenandung pada langit.
Rasa takut itu lalu menjalar ke
seluruh tubuhku. Yang kusadari kemudian adalah kenyataan bahwa kita memang
berbeda sejak awal. Aku tahu kita tak akan pernah berhasil jika bersama. Aku
tahu ini semua akan percuma saat kita menjalaninya. Tapi kamu selalu saja mampu
menyakinkanku, menenangkanku, menghapus air mataku, bagaimana bisa aku
meninggalkanmu jika kamu masih saja bersikap seperti ini padaku.
“Apa yang salah dengan berbeda? Apa
Tuhan pernah memberikan syarat-syarat tertentu kepada seseorang untuk jatuh
cinta?” pertanyaan itu keluar begitu saja darimu saat untuk kesekian kalinya
aku berkata aku tidak yakin. Aku tak bisa menjawabmu.
Tidak, sayangku. Tuhan telah
memberikan hati, perasaan, dan akal pikiran untuk kita tentukan sendiri
bagaimana menggunakannya. Termasuk ketika kita menggunakan perasaan, hal paling
abstrak sekaligus paling sensitif dari dalam diri manusia. Perasaan itu yang
menuntun kita untuk membantu hati untuk memilih. Ia berjalan sangat hati-hati
dan menautkan dengan hati yang lain juga dengan sangat hati-hati.
Dan jika pada akhirnya hatiku dan
hatimu telah saling memilih untuk saling berlabuh, apakah itu sebuh kesalahan?
Bukan! Tentu saja. Aku kembali memandangmu lekat. Sayangku, bisakah kita
bersama? Bisakah? Aku selalu ingin menangis ketika aku memikirkannya. Tidak
bisakah kita bersama untuk selamanya?
Sayangku, sadarlah bahwa kita ini
berbeda. Keyakinan kita yang seolah menjadi tembok besar yang menghalangi kita
untuk bersama. Lihat aku. Aku ini seorang perempuan yang berjalan ketika malam
menjemput. Terbang bersama awan mendung dan kerlap-kerlip warna yang menyatu.
Aku pula sudah termakan usia, tubuhku tak kan seindah perempuan lain.
Sayangku, jangan paksakan egomu.
Orang sepertimu masih labil untuk berani menyatakan menyukaiku dan menjalin
hubungan denganku. Kita berbeda, sayangku. Harus bagaimana lagi aku
mengatakannya padamu? Harus merasakan sakitnya membohongi diri sendiri untuk
meyakinkanmu? Harus berapa permohonan lagi yang ku minta untuk sadar dan
membuka matamu.
Kita berbeda. Bahwa aku adalah
seorang wanita malam tua yang harus bekerja keras setiap malam untuk
mendapatkan pelanggan. Sedangkan kamu adalah seorang eksekutif muda yang dengan
mudah mendapatkan segalanya. Akan ada banyak perempuan lain yang mencarimu
sebagai calon suami. Tapi mungkin bukan aku. Bukan wanita sepertiku.
Tapi kamu tak pernah sedikitpun
meninggalkanku. Kamu selalu yakin tidak ada yang salah dengan pilihamu. Katamu,
aku hanya tinggal menyakinkan diriku saja bahwa aku sesungguhnya pantas
untukmu. Itu saja.
Katamu, aku lebih dari sempurna.
Katamu, aku mampu membuatmu menurunkan egomu. Katamu, aku lebih dari sabar dan
lebih dari cukup memberikan pengorbanan untukmu. Katamu, denganku kamu bisa
merasa lebih bahagia, selera humor kita sama. Katamu, kamu begitu yakin
denganku dan ingin pula menjadikanku pendampingmu.
Katamu, melihatku berada selalu
disampingmu, itu sudah lebih dari cukup. Katamu, kamu akan memberikan semua apa
yang aku inginkan. Tidak, sayangku. Yang ku inginkan hanyalah engkau, dan itu
sudah lebih dari cukup. Aku pula sesungguhnya merasa begitu bahagia bersamamu,
setelah masa-masa yang telah kita lewati.
Tapi, sayangku diantara kepelikan yang kita
rasakan, takdir memberikan jawaban. Entah aku berbuat
salah apa kepada takdir. Ia sungguh tak adil untuk kita. Ia menghukum kita
berdua dengan mempertemukanmu dengan ibuku. Ia menangis melihatmu, ia menangis
melihat tanda lahir yang ada dilehermu, ia menangis memandang putrinya yang
mengenalkan calon suaminya.
Karena takdir ternyata hanya
memperbolehkan kita untuk membuat kenangan. Tapi tidak untuk menjadi abadi,
hanya cukup menjadi kenangan. Seyakin apapun kamu denganku, tapi takdir sudah
menetukan keputusannya. Karena kenyataannya, bahwa takdir akhirnya
membuka sebuha rahasia, bahwa engkau adalah adik laki-lakiku yang hilang lima
belas tahun yang lalu.
0 komentar:
Posting Komentar