Pages

Senin, 07 Januari 2013

Hari Ke-4 : Berbeda



Aku memandangmu lekat dari sudut ini. Seketika dadaku membuncah seolah ada desir ini, tenang ini dan bahagia ini. Semua bercampur aduk begitu saja, ada terselip rasa takut yang membuat lamunanku pergi diterbangkan bersama angin semilir di pantai ini. Aku lalu mengalihkan pandanganku pada ombak. Pada nyanyian indah alam yang tak pernah berhenti bersenandung pada langit.
Rasa takut itu lalu menjalar ke seluruh tubuhku. Yang kusadari kemudian adalah kenyataan bahwa kita memang berbeda sejak awal. Aku tahu kita tak akan pernah berhasil jika bersama. Aku tahu ini semua akan percuma saat kita menjalaninya. Tapi kamu selalu saja mampu menyakinkanku, menenangkanku, menghapus air mataku, bagaimana bisa aku meninggalkanmu jika kamu masih saja bersikap seperti ini padaku.
“Apa yang salah dengan berbeda? Apa Tuhan pernah memberikan syarat-syarat tertentu kepada seseorang untuk jatuh cinta?” pertanyaan itu keluar begitu saja darimu saat untuk kesekian kalinya aku berkata aku tidak yakin. Aku tak bisa menjawabmu.
Tidak, sayangku. Tuhan telah memberikan hati, perasaan, dan akal pikiran untuk kita tentukan sendiri bagaimana menggunakannya. Termasuk ketika kita menggunakan perasaan, hal paling abstrak sekaligus paling sensitif dari dalam diri manusia. Perasaan itu yang menuntun kita untuk membantu hati untuk memilih. Ia berjalan sangat hati-hati dan menautkan dengan hati yang lain juga dengan sangat hati-hati.
Dan jika pada akhirnya hatiku dan hatimu telah saling memilih untuk saling berlabuh, apakah itu sebuh kesalahan? Bukan! Tentu saja. Aku kembali memandangmu lekat. Sayangku, bisakah kita bersama? Bisakah? Aku selalu ingin menangis ketika aku memikirkannya. Tidak bisakah kita bersama untuk selamanya?
Sayangku, sadarlah bahwa kita ini berbeda. Keyakinan kita yang seolah menjadi tembok besar yang menghalangi kita untuk bersama. Lihat aku. Aku ini seorang perempuan yang berjalan ketika malam menjemput. Terbang bersama awan mendung dan kerlap-kerlip warna yang menyatu. Aku pula sudah termakan usia, tubuhku tak kan seindah perempuan lain.
Sayangku, jangan paksakan egomu. Orang sepertimu masih labil untuk berani menyatakan menyukaiku dan menjalin hubungan denganku. Kita berbeda, sayangku. Harus bagaimana lagi aku mengatakannya padamu? Harus merasakan sakitnya membohongi diri sendiri untuk meyakinkanmu? Harus berapa permohonan lagi yang ku minta untuk sadar dan membuka matamu.
Kita berbeda. Bahwa aku adalah seorang wanita malam tua yang harus bekerja keras setiap malam untuk mendapatkan pelanggan. Sedangkan kamu adalah seorang eksekutif muda yang dengan mudah mendapatkan segalanya. Akan ada banyak perempuan lain yang mencarimu sebagai calon suami. Tapi mungkin bukan aku. Bukan wanita sepertiku.
Tapi kamu tak pernah sedikitpun meninggalkanku. Kamu selalu yakin tidak ada yang salah dengan pilihamu. Katamu, aku hanya tinggal menyakinkan diriku saja bahwa aku sesungguhnya pantas untukmu. Itu saja.
Katamu, aku lebih dari sempurna. Katamu, aku mampu membuatmu menurunkan egomu. Katamu, aku lebih dari sabar dan lebih dari cukup memberikan pengorbanan untukmu. Katamu, denganku kamu bisa merasa lebih bahagia, selera humor kita sama. Katamu, kamu begitu yakin denganku dan ingin pula menjadikanku pendampingmu.
Katamu, melihatku berada selalu disampingmu, itu sudah lebih dari cukup. Katamu, kamu akan memberikan semua apa yang aku inginkan. Tidak, sayangku. Yang ku inginkan hanyalah engkau, dan itu sudah lebih dari cukup. Aku pula sesungguhnya merasa begitu bahagia bersamamu, setelah masa-masa yang telah kita lewati.
Tapi, sayangku diantara kepelikan yang kita rasakan, takdir memberikan jawaban. Entah aku berbuat salah apa kepada takdir. Ia sungguh tak adil untuk kita. Ia menghukum kita berdua dengan mempertemukanmu dengan ibuku. Ia menangis melihatmu, ia menangis melihat tanda lahir yang ada dilehermu, ia menangis memandang putrinya yang mengenalkan calon suaminya.
Karena takdir ternyata hanya memperbolehkan kita untuk membuat kenangan. Tapi tidak untuk menjadi abadi, hanya cukup menjadi kenangan. Seyakin apapun kamu denganku, tapi takdir sudah menetukan keputusannya. Karena kenyataannya, bahwa takdir akhirnya membuka sebuha rahasia, bahwa engkau adalah adik laki-lakiku yang hilang lima belas tahun yang lalu.

0 komentar:

Posting Komentar