Aku bertemu denganmu ketika kita
berdua masih muda. Kita sama-sama di Fakultas ini. Ya, kita sekelas waktu kita
semester satu. Berada satu kelompok di PK2MABA (Pengenalan Kehidupan Kampus
Mahasiswa Baru). Kita selalu bersama waktu itu. Kamu membagi ceritamu dan aku
juga melakukannya.
Kita belanja bersama, berjalan
menuju kampus bersama, makan siang bersama, mengerjakan tugas bersama, tidur
bersama, hang out bersama. Aku dan kamu seperti tak terpisahkan. Aku mengerti
kamu dan kamu mengerti aku.
Ingat tidak ketika kita harus
berhemat waktu itu. Kita beli satu bungkus nasi yang akhirnya kita bagi dua.
Banyak. Banyak sekali hal yang kita lalui bersama. Aku begitu menghargai itu.
Aku begitu menyayangimu, sahabat.
Tapi ada hal yang tak aku tahu.
Bahwa kamu menyukai dia. Dia yang menyatakan perasaannya padaku tadi siang. Dan
kamu tahu. Kamu ada disampingku waktu itu. Kamu langsung berlari
meninggalkanku. Aku tak menjawab pernyataannya, karena yang kulakukan
selanjutnya adalah berlari mengejarmu.
Aku menahanmu, kukatakan aku minta
maaf. Kamu bilang tak apa, bukan salahku. Kamu memandangku lalu mencoba
tersenyum seperti biasanya. Jangan berusaha membohongiku dengan berekspresi
seperti itu! Aku tahu kamu terluka. Aku hatimu ngilu dan aku juga tahu itu
karena aku.
Kamu menepis tanganku lalu
membelakangiku.
“Aku perlu sendiri” katamu lalu
berjalan menjauh meninggalkanku yang masih berdiri rikuh.
Kamu tak menghubungiku. Aku rindu
masa-masa itu. Kamu masih marah. Aku harus bagaimana lagi untuk meluluhkan
hatimu? Haruskah aku memohon lagi? Aku juga sedang tak berbicara dengan dia.
Aaaahh… kenapa semuanya seperti ini, sahabat?
Maafkan aku. Hanya itu yang bisa
aku ucapkan. Aku sama sekali tak bermaksud untuk membuatmu terluka. Aku hanya
tak tahu kalau orang yang kita sukai
sama. Ya, cowok itu. Andai waktu bisa diulang. Andai kamu memberitahuku dari
awal. Aku berjanji aku akan menghindari dan menjauhinya.
Tapi terlambat kan sekarang. Begitu
terlambat, sampai harus mengorbankan engkau. Kembalilah, sahabat. Biarkan aku
memperbaiki keadaan dan kita bisa bersama lagi. Aku bisa merelakan dia jadi
milikmu. Aku sama sekali tak tega melihatmu menangis seperti ini. Aku lebih
memilihmu untuk bahagia bersama dia. Daripada aku harus bahagia bersama dia,
tapi melihatmu menangis dan terluka.
0 komentar:
Posting Komentar