Ingat tidak ketika kaki-kaki kecil
kita menyentuh ombak itu? Kita berlarian saling mengejar. Tertawa-tawa di
pantai yang menjadi kerajaan kita. Kita membangun sebuah istana dari pasir.
Perlu beberapa jam untuk menyelesaikannya, tak peduli dengan terik yang
menyengat. Nanti, kalau kita akhirnya pulang terlalu sore, ibu kita akan
marah-marah. Tapi kita tetap melakukannya setiap hari. Aku pikir kamu adalah
teman yang sangat mengasyikkan. Jadi, sejak saat itu aku mengukuhkanmu menjadi
sahabat sejatiku.
Kini kita beranjak dewasa. Kita
adalah siswa sekolah menengah atas kelas dua. Tapi kita tetap pulang dan
berangkat sekolah bersama. Walaupun kita berbeda kelas, kamu di jurusan IPA dan
aku di IPS. Tugasmu banyak sekali dan menurutku sangat berat. Banyak percobaan
dan praktikum yang harus kamu analisis dan kerjakan. Belum lagi buku-buku dan
ujian-ujian blok yang menuntutmu untuk terus belajar.
Tapi kamu selalu saja sempat
meluangkan waktu untuk bermain denganku. Kadang aku khawatir denganmu, apa kau
baik-baik saja? Apa tidak apa jika bertemu? Apa tidak mengganggumu belajar?
Tapi kamu selalu bisa menenangkanku. Dan kamu selalu bisa membuat suasana
rikuhku hilang dalam sekejap. Kamu selalu tahu bagaimana harus menghadapiku.
Hey sahabat, kata orang pada
masa-masa remaja ini sudah waktunya bagi kita untuk mencari pasangan. Tapi, aku
bahkan belum memikirkannya. Punya kamu saja, rasanya lebih dari cukup deh kalau
masalahnya adalah teman curhat atau untuk hang
out. Kalau kamu? Pasti jawabnya tugasmu lebih penting dan impian orang
tuamu juga lebih penting. Hmmmmhh… Benarkah begitu juga yang terjadi padaku?
Kita sama-sama jomblo, tapi kita
selalu bersama. Banyak yang menggosipkan kita berdua pacaran. Tapi kan kita
cuman bersahabat. Iya kan? Temen-temenku bilang nggak mungkin banget. Karena
jauh di lubuk hati kita, sebenernya tumbuh benih-benih cinta. Makanya, aku dan
kamu nggak butuh cari pasangan lagi.
Hah? Aku dan kamu? Jatuh cinta?
Jelas nggak mungkin !
Aku mengacak-ngacak rambutku.
Hufftt.. Kemudian meneruskan melamun sendiri di jendela perpustakaan. Ini
adalah tempat favoritku buat ngelamun hehe, selain karena pemandangan dari sini
keliatan indah banget. Ya, perpustakaan di sekolahku ada di lantai tiga. Jadi
lapangan basket dan taman sekolah terlihat jelas dari sini.
“Ekhmm… ngelamun aja?” ada suara
yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Aku memandangnya. Ya, dia. Cowok yang
satu kelas denganku. Dia manis dan kulitnya putih. Dia paling pandai di kelas.
Dia keren dan banyak cewek yang ngefans padanya, sekarang berdiri di hadapanku.
“Eh, nggak kok” aku tersipu malu
melihatnya.
“Terus ngapain dong?”
“Ehmm.. nggak ada cuman liat-liat
pemandangan aja” ujarku.
Dalam sekejap dari yang awalnya kita
hanya ngobrol biasa di perpustakaan waktu itu, sekarang aku sudah berkencan
dengannya malam minggu ini. Aku tahu benar dia menyukaiku. Tapi, apa iya aku
juga menyukainya? Aku juga masih belum tahu. Yang jelas hatiku berdesir tiap
aku melihat matanya, atau saat ada sentuhan-sentuhan kecil ketika aku dan dia
sedang berdekatan.
Hmmmhh.. Aku tidak bisa curhat
padamu minggu-minggu ini. Kamu masih ada banyak tugas dan aku takut
mengganggumu. Jadi, aku hanya bisa menyimpannya sendiri. Sampai suatu ketika,
dia menyatakan menyukaiku. Aku tak tahu harus berkata apa, aku mengangguk saja.
Yang kurasakan detik berikutnya dan hari-hari setelahnya adalah bahagia. Hidup
jadi kerasa maniiis banget. Aku lalu datang padamu dan menceritakan semuanya.
“Kenapa harus dia? Kan aku sudah
bilang dia tuh player.”
“Tapi aku menyukainya”
“Plis, apanya yang dari dia yang
kamu suka. Hah?”
“Kamu jangan nuduh dia yang
nggak-nggak, bisa kan? Dia COWOKKU sekarang”
“Oh, jadi gitu ya. Kamu bisa
ngomong gitu. Oke, ambil dia yang baru aja dateng ke hidupmu. Lupain aku yang
udah 10 tahun kenal siapa kamu. Dan kamu nggak percaya sama aku. Oke. Terserah”
kamu menutup pintu dengan sangat keras. Kamu marah. Aku tahu itu. Tapi aku tak
mau minta maaf. Sekali ini aku ingin kamu tahu aku juga punya pendirian.
Kita saling tidak bicara sampai
sekarang. Hidupku jadi berubah, tiap hari yang aku paling sering lihat wajahnya
adalah dia. Sedangkan kamu seperti tertelan kesibukanmu sendiri. Rasanya
sungguh berbeda, aku rindu masa-masa kita berdua dulu.
Hmm apa ini artinya sebenarnya aku
menyukaimu? Ahhh, nggak nggak! Nggak mungkin.. aku mengacak-ngacak rambutku.
Lalu bernafas panjang. Lama kelamaan aku sadar, Aku tidak bisa sebahagia
seperti saat bersamamu. Aku harus bagaimana?
Beberapa bulan berlalu sampai suatu
ketika, aku melihat dia bergandengan mesra dengan cewek lain di mall. Apa ini
karma? Tak berapa lama akhirnya aku dan dia putus. Iya, dia yang memutuskan
hubungan ini. Dasar cowok player !
Aku nggak nyangka dia kayak gitu.
Aku datang padamu dengan agak rikuh dan
mulai menceritakan semuanya.
“Kan aku sudah bilang”
“…”
“Aku diam bukan berarti aku marah.
Aku hanya ingin tahu, sampai berapa lama kamu akan bertahan dengannya. Sampai
berapa lama kamu bisa ngelupain aku. Sampai berapa lama kamu bisa jauh dari aku.”
“Nggak akan sedetik pun, nggak akan
ngelakuin ini lagi.”
“Promise?”
Aku mengagguk.
“Denger, aku ini sahabatmu. Jadi aku
nggak akan ngelakuin hal yang bikin kamu nggak bahagia. Aku tuh… sayang sama
kamu, Di…”
“Hah? Kamu tadi bilang apa?”
“Nggak, nggak bilang apa-apa”
“Yang tadiii.. yang terakhir tadi”
“Nggak”
“Apa?”
Dan begitulah akhir kisah ini. Aku
dan kamu saling berkejaran lagi di pantai tempat kita bermain ombak dulu dan
sekarang. Merangkai mimpi, kisah, asa, dan…
Cinta.
0 komentar:
Posting Komentar