Pages

Sabtu, 29 September 2012

Kamu Masih Disini ?


“Kamu masih disini?” aku tercengang melihatmu duduk diam. Dibawah pohon rindang yang bernamakan aku dan kamu, kamu masih menungguku. Dalam aroma khas yang bernama cinta, tempat ini masih sama seperti dulu. Kamu balik melihatku, raut wajahmu tampak sumringah melihat kedatanganku. Kesedihanmu yang kurasa telah sekian lama kau pendam kini mulai runtuh dan menamparku. Dadaku tersentak hebat, tahu kalau nyatanya kamulah yang masih menepati janji. Nyatanya kamulah yang masih menungguku.

“Kenapa kamu membuat dirimu terperangkap oleh kenangan?” suaraku berubah parau. Mataku panas, dadaku sesak penuh penyesalan. Aku tahu embun segera runtuh dari kelopak mataku. Dahiku berkerut. Aku bahkan tak sempat bergerak untuk menyambutmu. Aku terpaku oleh pandanganmu akanmu. Kamu berdiri dari dudukmu, mengambil posisi tepat di depanku hingga aku bisa melihatmu lebih dekat.

“Memangnya, salah kalau aku membuat diriku terpengarkap oleh kenangan?” ada garis tipis muncul dari bibirmu, seketika itu pula ku lihat deretan gigimu yang masih rapi. Senyum itu, khas sekali olehmu. Aku seperti de javu. “Memangnya, salah jika aku masih menunggumu disini? Aku percaya kamu pasti datang. Dan ya, kamu disini sekarang. Hingga penantianku takkan jadi sia-sia” ujarmu lagi.

“Bagaimana kamu bisa begitu yakin aku akan benar-benar datang padamu?” aku mengalihkan pandanganku. Aku tak bisa menatap matanya terlalu lama. Akan semakin menyesak rasa penyesalan itiu bila kuteruskan.

“Kenapa harus tidak yakin, nyatanya kini kamu datang sesuai dengan keyakinanku bukan?” ia melangkahkan satu kakinya agar lebih dekat denganku. Kedua tangannya yang panjang dan besar meraihku. Aku pernah merasakan dekapan ini, aku nyaman dan aku seperti terbang karena debaran jantung yang tak lagi mampu untuk ku kendalikan. Terlalu cepat, dan ini yang kurasakan pula sekarang.

“Aku merindukanmu” ujarnya tepat di telinga kananku. “Bisakah kau, jangan lagi pergi dari hidupku? Aku bersumpah aku takkan bisa lagi tanpamu. Aku tahu rasanya sendirian dan kesepian. Dan yang mampu mengisi kosong dari sendiri dan sepiku hanyalah kau” aku meleleh mendengarnya berbicara seperti itu. Aku tak pernah mendengar rangkaian kata seperti itu keluar darinya. Seketika saja hatiku mulai percaya lagi padanya. Aku membalas peluknya yang kian erat, seakan takkan pernah lagi ingin membiarkanku melangkahkan kaki pergi dari hidupnya.

Tapi sedetik kemudian aku melepaskankan peluknya. “Aku tidak bisa” ujarku mengalihkan pandangan. “Aku pernah mengingkari janji yang pernah kita buat. Aku pernah berhenti berharap padamu. Aku telah menyerah sebelum ini. Maafkan aku, aku tidak bisa kembali padamu.”

“Apakah kamu telah bersama orang lain kini?” katamu lagi masih tetap tenang.

“Tidak. Bukan seperti itu. Tapi…” aku tidak bisa meneruskan ucapanku. Embun mengalir dari sudut gelap mataku. Aku terisak dan tak berani melihatmu. Tapi kamu datang dan memelukku lagi.

“Sudah jangan menangis lagi. Aku mengerti. Sudah, tak apa. Aku menerimamu kini, seperti apapun dirimu dulu. Aku mengerti apa yang kau rasakan” kamu mencoba menenangkanku dalam tangisku yang kian pecah.

Begitu banyak  yang telah terlewatkan, begitu banyak yang telah singgah di hati. Tapi kamu yang mampu mengerti aku. Kini pantaskah aku jika aku masih ingin memilihmu ? Pantaskah aku yang seperti ini kembali memiliki cinta murni yang kau tawarkan hanya untukku. Aku pasrah.

Aku pasrah karena aku tahu salahku. Aku pasrah karena salah mengira cintamu dangkal. Tapi nyatanya, cintamu terlalu besar untukku. Kini, aku hanya ingin membalasnya. Berjanji akan merengkuhmu tanpa mau melepasmu lagi ataupun berpaling mencari hati yang lain. Aku berjanji untukmu…

0 komentar:

Posting Komentar