“Sudahlah, kita tak
seharusnya seperti ini. Kita terlalu sering bertemu, terlalu sering bertukar
pesan, terlalu sering hang out, pokoknya aku terlalu sering bersama
kamu. Pantas saja dia cemburu. Kau tahu kan aku mencintainya. Maafkan aku”
ujarmu di sela embun yang menetes membasahi pipimu.
“Minta maaf untuk apa ? Sudah jangan menangis”
ujarku. Aku segera mendekat padamu. Berdiri membelakangimu, menutupimu yang
sedang menangis dari mata orang-orang di café siang itu. Aku tahu benar jika
kamu mencintainya dan kamu akan lebih memilih dia daripada aku. Walau sejuta
kata yang kau katakan bahwa kau telah dilukai olehnya berkali-kali, dan juga
sejuta kata yang keluar dari mulutku untuk menenangkanmu, kamu tetap tak akan
pernah mengerti.
Kamu tak akan pernah mengerti bahwa dia tidak
pantas untukmu. Bahwa dia bukalah yang terbaik untukmu. Kamu terlalu bodoh
untuknya. Ya, Kamu Bodoh. Kamu bodoh karena kamu terlalu percaya bahwa dia
orangnya. Dia orangnya yang akan menjadi tujuan hidupmu. Sadarlah ! Aku ingin
berteriak, tapi tak selalu saja aku tak mampu.
Sadarlah bahwa dia tak pantas
untukmu. Bagaimana bisa kamu bertahan untuk seseorang yang selalu membuatmu
menangis? Bagaimana bisa kamu bertahan dengan orang yang seperti itu? Hatiku
ikut terluka, tanganmu semakin kuat memegang t-shirt ku. Aku kini sudah tak
peduli jika t-shirt ku akan basah karena embunmu. Aku hanya ingin kau berhenti
menangis. Ku mohon berhentilah !.
Kenapa kamu harus mengatakan ini jika
kamu tak ingin, bicara saja sambil menangis, bicara menatap mataku saja kau tak
sanggup. Mau berapa kali lagi kamu akan membohongi dirimu sendiri? Kamu bahkan
membohongi hatiku dan hatimu. Kamu membohongi 2 hati !.
Aku sudah tak kuat
menutupimu, aku berbalik dan mengajakmu beranjak.
Dan kisah selanjutnya bisa
ditebak. Kamu benar-benar pergi dari sisiku. Seperti cerita lama yang
selalu diulang-ulang. Aku diam saja, ya memangnya apa yang bisa kulakukan? Aku
bukan siapa-siapa bagimu. Kamu bahkan tak pernah memperhitungkan perasaanku.
Kamu selalu melewatkanku. Kamu hanya menjadikanku tempat singgahmu. Dan aku
selalu menerimanya, aku tak bisa menolakmu. Aku tak mampu.
Ada satu pertanyaan yang
kemudian menelisikku. Sekarang, siapa yang bodoh?
0 komentar:
Posting Komentar