Pages

Sabtu, 19 Januari 2013

Hari ke 15 : Will You .... ?



Aku dan kamu bertemu di sekolah ini, tempat kamu mengajar. Aku adalah guru pindahan. Kita mengajar mata pelajaran yang sama, Bahasa Inggris. Aku banyak bertanya padamu tentang sistem mengajar dan kebiasaan yang ada di sekolah ini. Awal-awalnya aku mendekatimu karena mata pelajaran yang kita ajarkan sama, lalu sering sharing. Dari situ awalnya kita lalu menjadi dekat. Semakin dekat, sering hangout bareng, kadang mengoreksi ujian sama-sama.
Apalagi kalau sudah awal semester kita pasti sama-sama kelimpungan mengerjakan RPP. Hal yang paling nggak kamu suka, semenjak KKN waktu kuliah dulu, hehe. Kalau sudah begitu, aku hanya akan tersenyum dan terus saja melanjutkan mengerjakan sambil terus memotivasimu. Hari minggu kita akan terus berada di apartemenmu untuk terus mengerjakannya.

Kita saling mengisi layaknya sahabat. Tapi apa benar kamu cuma menganggapku sahabat? Kalau aku….ehmm Ah, sudahlah. Aku tak ingin berharap lebih padamu. Walau selama aku mengenalmu, kamu tak pernah menceritakan satu lelakipun. Curhatanmu hanya sebatas tentang murid-murid dan sedikit tentang keluargamu.
Apa ini memang trikmu untuk membukakan pintu untukku? Argggh, apaan sih. Kenapa aku jadi berharap banyak gini? Udah, udah. Rasanya menjijikkan sekali aku bicara seperti itu. Aku saja tak yakin kamu memiliki rasa yang sama. Berharap begini hanya akan membuatku terserang virus galaunya anak-anak remaja.
Usia kita memang tak jauh berbeda, ya bisa dibilang kita sebenarnya satu angkatan. Kamu adalah wanita mandiri yang manis dan anggun. Yang paling aku suka adalah senyummu yang bisa membuat penatku runtuh seketika. Selera humor kita juga sama. Itulah mengapa aku selalu nyaman bersamamu.
Tapi, dibalik itu semua, aku tahu kamu adalah seseorang yang merindukan kekasih. Aku mengerti dari tulisan-tulisanmu yang setiap hari kamu update di blog pribadimu. Aku suka membaca tulisan-tulisanmu. Kamu seringnya menulis cerpen. Awalnya tulisanmu bercerita tentang senengnya jadi single, tapi beberapa bulan ini tulisanmu sedih terus ending-nya. Apa benar hatimu juga seperti itu?
Ah, semoga kamu tidak terlalu bersedih. Karena aku akan selalu ada untukmu. Karena aku mengagumi setiap senyuman tulusmu. Aku selalu terpesona setiap pagi kita pertama kali bertemu hari itu. Setiap hari rasanya menjadi hari pertama kita bertemu. Karena rasanya memang selalu sama persis.
            Kencan-kencan kita, tawa kita serta lelucon-lelucon kita. Semuanya tercampur aduk begitu saja dalam rasa berdebar-debar yang setiap malam menghantuiku sebelum tidur. Kamu benar-benar mengubah duniaku. Aku yang dulu tak terlalu peduli dengan penampilanku, sekarang tak pernah absen memakai parfum dan mencukur janggut dan kumisku. Sekedar agar kamu memperhatikanku.
            Hey, aku merasa begitu yakin padamu. Aku merasa duniaku sudah berhenti berputar, ya, ia berhenti di kamu. Sejak kapan? Sejak kita pertama kali bertemu, di parkiran sekolah waktu itu.
            Aku bahkan masih ingat apa yang kamu kenakan waktu itu. Hem warna biru muda favoritmu, celana panjang dan sabuk warna cokelat. Rambutmu diurai sedemikian rupa dengan riasan jepit mutiara putih kecil-kecil yang juga favoritmu. Tas cokelat dengan slayer terikat warna oranye. Highheels hitam yang menambah keanggunanmu. Ahh, aku selalu terpesona olehmu, bukankah aku sudah mengatakannya berulang kali? Sungguh, duniaku benar-benar telah berhenti sekarang.
            Dengan keyakinan dan tak mengindahkan ketakutanku, aku membeli cincin ini. Aku akan melamarmu. Aku yakin kamu akan menerimaku. Aku yakin itu. Maka siang itu ketika kita makan siang bersama di kantin sekolah, aku memandangmu. Ada sebagian murid yang masih nongkrong menghabiskan jam istirahat yang tinggal beberapa menit saja.
            Kita duduk berhadapan sambil menunggu pesanan soto kita ketika itu. Lalui, sambil memperhatikanmu menyeruput jus alpukat, aku menguatkan hatiku.
“Eh, aku kemarin bongkar-bongkar lemari. Terus nemu buku Introduction to Sociolinguistics-ku waktu jaman masih kuliah. Buluk banget, tapi itu tuh mata kuliah favoritku. Kalau mata kuliah favorit kamu apa?” kataku agak berbohong. Well, sebenernya, buku itu udah nggak tahu ilang kemana.
“Ehmm, apa ya? Aku sih suka Second Language Acquisition. Itu mata kuliah yang asik banget. Soalnya mempelajari tumbuh kembang anak dan gimana mereka belajar bahasa dari kecil. Tapi Sociolinguistics juga asik sih” Matamu berbinar memandangku, aku semakin deg deg an.
“Kalau Introduction to Sociolinguistics itu yang ada code mixing, code switching, sama code borrowing itu kan? Kalau code mixing mencampur dua bahasa dalam satu perkataan. Kalau code switching mengganti bahasa pada lingkungan tertentu. Nah, kalau code borrowing tuh apa ya?” tanyaku pura-pura lupa.
“Itu, kata dari bahasa lain yang kita pinjam untuk mengungkapkan suatu keadaan yang nggak bisa kita temukan kata-nya dari bahasa kita.”
“Oh” Aku manggut-manggut, lalu meneruskan “Kalau kita borrowing semua kata dari bahasa lain dalam satu kalimat, kayak ‘Will you marry me?’ Itu gimana ya?” Oke aku sudah mengatakannya. Aku memandangnya lekat-lekat, menunggu reaksinya.
Kamu diam beberapa detik, lalu berkata “Ya, nggak papa, itu namanya code switching, ya selama orang yang kamu ajak bicara ngerti aja” katamu enteng.
“Oh… kalau orangnya itu kamu, gimana?” kataku sambil mengeluarkan kotak kecil yang sedari tadi sudah kukantongi di saku celana, lalu membukanya.
“…” Tak ada kata yang keluar dari mulutmu. Tapi kamu terperangah lalu menutupinya dengan tanganmu. Mukamu seketika berubah menjadi merah padam. Para murid yang sedari tadi sibuk sendiri, sekarang semuanya memandang ke arah kita. Dan mulai dari satu anak, mereka lalu semuanya berkata, “Terima! Terima! Terima!”
Kita lalu tersenyum malu-malu. Tapi, tunggu, aku masih belum tahu apa jawabanmu. Aku memandangmu, lalu memegang tanganmu lalu berkata lagi “Will you marry me? Fatimah Pramudyawardhani…”
Air matamu meleleh, membentuk anak-anak sungai dipipimu. Kamu masih menutup mulutmu, tapi kamu mengangguk ke arahku dengan mata berbinar. Aku tak pernah merasa sebahagia ini, aku begitu bersyukur ternyata kamu juga memilihku.
Tepuk tangan dari para murid itu membahana di telingaku. Mukaku juga merah padam, tapi aku begitu bahagia. Sungguh-sungguh bahagia :’)

1 komentar:

Izzatur Rahmaniyah

bagus banget... aku suka :) nice post!

Posting Komentar