Pages

Senin, 23 April 2012

Mungkin

Untuk Bintang

Mungkin kini kamu sudah melupakanku. Kamu menjauh, aku mengerti dan menerimanya. Takdirlah yang telah mengatur ini semua. Mungkin bukan kini, tapi aku masih berharap saja.


Aku tak bisa menjelaskannya kenapa, tapi aku yakin kamulah orangnya. Aku yakin kamu bisa berubah menjadi seseorang yang mampu menghapus air mataku bukannya menciptakan air mataku. Aku tahu kamu tidak menyukai ketika aku menangis dan diam. Aku tahu kamu akan merasa sangat bersalah dan mencacimaki dirimu sendiri karena telah melukaiku.

Aku mampu bersikap ekspresif, tapi kamu tidak. Kamu lelaki. Aku tahu kamu pernah sakit. Aku tahu aku pernah menyakitimu begitu dalam. Tapi kamu tak pernah mengatakannya padaku. Kamu diam, dan selalu berusaha bahagia saaat dihadapanku. Kamu. Aku minta maaf atas sakit yang kamu rasakan selama ini.


Aku memang bodoh mengerti kamu. Mungkinkah masih ada cinta dihatimu hingga kini? Mungkinkah kamu masih memujaku seperti kamu memujaku dulu? Masihkah kamu akan bertahan dengan janji yang telah kita sepakati? Aku ragu.


Padahal aku sering mengatakan bodohnya orang yang selama bertahun-tahun menyukai seseorang tanpa adanya balasan. Tapi kini aku mampu mengerti betapa tidak beruntungnya mereka. Karena mereka tak punya pilihan dan telah ditakdirkan demikian. Ketika jatuh cinta, kita takkan bisa menghindarinya. Karena cinta tidak diciptakan, cinta akan tiba-tiba datang walau kita tak mengharapkannya.

Kini aku hanya mampu menunggu. Menagih janji yang entah akan tertepati atau tidak. Aku pasrah menyerahkannya pada waktu. Biar ia berjalan sesukanya.


Memang bodoh jika mengandalkan pepatah “cinta takkan kemana” tapi orang sepertiku kini sudah tak punya banyak pilihan lagi.

Tak Semudah Itu

Kadang aku lelah bertemu dengan orang yang salah berkali-kali. Aku tak ingin memulainya lagi. Aku sudah benar-benar sangat lelah. Air mataku telah kering hanya untuk menangisi orang yang salah. Hatiku sudah tak bisa merasakan perihnya, sudah terlalu perih hanya untuk seseorang yang hanya bisa menyakitiku.


Tak ada yang sempurna memang. Takkan ada. Tapi setidaknya, aku ingin bertemu dengan orang mau mendengarkan, bukan hanya ingin didengarkan. Berhubungan bukan hanya tentang cinta saja. Tapi pengertian, perhatian, saling mendengarkan akan lebih berharga. Dan bukankah begitu filosofi cinta? Ingin memberi dan tak ingin menyakiti?.


Para pecinta itu hanya mampu berkata cinta, tanpa mengerti filosofinya sendiri. Semua berkata mencintaiku, tapi nihil. Semua egois dan tak mau mendengarkan, hanya ingin dimengerti tanpa ingin mengerti. Tak pernah ada yang mampu tulus. Tak pernah.


Satu per satu mereka datang silih berganti, satu per satu mereka hanya meninggalkan goresan luka. Aku sadar semua yang datang pasti beranjak pergi. Seperti cinta mereka ataupun cintaku. Hanya butuh waktu dan kesungguhan untuk move on. Tapi tentu takkan semudah itu.


Terlalu mudah jika mengatakan, mungkin hanya butuh waktu dan proses untuk mendapatkan cinta yang sejati. Coba kamu rasakan pedihku, traumaku, sakitku, maka takkan semudah itu untuk berkata demikian.

Aku, Kamu, dan Cinta

Malam itu kamu datang, tapi tak seperti biasanya matamu sembab. Tak ada senyum yang terlukis dari bibirmu. Kamu terluka. Maafkan aku. Cinta memang tak selamanya tersenyum. Cinta memang butuh pengorbanan yang bukan sekedar air mata. Cinta kadang memang sakit, tapi kadang bisa memberikan senyum yang tak terhapuskan.


Aku menyayangimu, bahkan hingga kini. Aku masih saja suka mem-flash back tentang kamu, tentang malam itu. Dan kini aku menuliskannya lagi untukmu.

Seandainya saja aku bisa berkata jangan pergi. Saat ini aku ragu bisakah aku tanpamu, sedangkan hati ini selalu berpihak padamu. Hanya padamu, aku bahkan tak mengerti alasannya.

Seandainya aku mampu memutar waktu, kembali ke masa itu. Aku berjanji aku takkan menyia-nyiakan kamu. Tapi tentu itu takkan pernah mungkin untuk terjadi. Jika mungkin maka aku takkan menyesal seperti ini, dan aku takkan tahu betapa aku telah menyakitimu begitu dalam.

Aku masih saja di hantui bayang-bayangmu dalam meja letihku. Oh Tuhan, aku mohon bebaskan aku dari bayangnya jika memang aku tak bisa memilikinya lagi. Aku lelah seperti ini, menunggu sesuatu yang tak pasti. Berharap kamu datang dan memelukku lagi. Selalu hanya bisa berharap.

Pengagum Tak Bernama

Hey kamu! Ya kamu. Aku ingin mendengar lagi nyanyianmu tentang rembulan. Aku ingin melihat lagi senyum dan tawamu yang selalu kurindukan di tepi meja letihku. Aku ingin diam saja tak memanggilmu dalam sela mimpiku, tapi sayangnya aku tak mampu, aku tak rela jika malam-malamku harus dihantui perasaan gelisah karena tak memikirkanmu.

Ah, bahkan jika tidak direncanakan kamu pasti sudah tiba-tiba ada dipikiranku. Kemudian berbagai pertanyaan akan muncul di otakku, hingga ia penuh. Kalau sudah begitu hatiku akan berdebar tak terkendali. Apalagi jika tiba-tiba kamu datang dan mengajakku berbincang. Ah, aku pasti akan langsung meleleh dan salah tingkah. Apakah kamu memperhatikan keanehan sikapku.

Jangan kira selama ini aku mampu bertahan dalam badai batin yang menyiksaku ini. Aku selalu menuliskan surat kepadamu, tapi sayangnya tak pernah mampu kusampaikan. Karena bahkan memandang matamu saja aku tak mampu, bagaimana bisa aku menyatakan aku menyukaimu. Aku tak punya cukup nyali. Katakan saja aku pengecut, karena memang begitu adanya.

Aku tak tahu sampai kapan akan begini jadinya. Yang ku tahu pasti mengagumimu seperti ini sudah lebih dari cukup. Kamu. Aku harap kamu tidak marah ketika kamu tahu aku menyukaimu.

Jumat, 20 April 2012

Mengagumimu

Kamu datang dengan wajah cuekmu seperti biasa. “hey” ujarmu memanggilku. Aku langsung membeku di hujam oleh tatapanmu. Tapi aku kemudian berusaha menguasai diriku. Ah, bagaimana aku tidak mengagumimu kalau begini caranya?.


Mengagumimu, bukan berarti aku harus memilikimu. Bukan berarti kamu juga harus jatuh cinta kepadaku. Bukan berarti aku harus bersamamu setiap saat.


Mengagumimu adalah melihatmu tersenyum, atau sekedar mengintipmu dari jauh saat kamu bermain gitar dan menyanyikan lagu favoritmu. Mengagumimu, tak butuh balasan. Karena, melihatmu saja aku sudah merasa sangat bahagia.


Kamu tak perlu tahu siapa pengagummu ini. Berada disekitarmu dan berusaha berakting sewajar mungkin. Menahan sikap salah tingkahku, dan meredam detak jantungku yang berdetak begitu kencang. Untungnya tak sampai kamu mendegarnya.


Mengagumimu yang seperti ini, sudah lebih dari cukup.

Pengorbananmu Untukku

Waktu itu, kamu bilang, kosmu deket dari kos ku. Aku percaya dan aku marah saat kamu baru datang setengah jam kemudian. Aku menekuk mukaku saat itu. Waktu itu, aku belum tahu seberapa dekat yang kamu maksud. Karena kamu masih mengaku cukup dekat jika hanya untuk menemuiku.

Waktu itu, kamu bilang, deket kok tempat ketemuan kita waktu itu dan kamu jalan untuk menuju kesana menemuiku. Dan aku masih nggak tahu seberapa jauhnya kamu harus berjalan waktu itu untukku. Kamu marah, saat aku membatalkan janjiku. Wajar, aku tahu aku salah. Tapi kamu bilang nggak apa-apa, kosmu dan tempat kita ketemuan deket kok.

Waktu itu, aku tidak tahu seberapa besar pengorbananmu untukku. Waktu itu, aku masih tidak tahu ternyata jarak sejauh ini yang harus kamu tempuh. Waktu itu aku masih terlalu kenakanan untuk mengerti kamu. Dan kamu dengan sabar menuruti kemauanku. Salahku, melepaskanmu. Salahku, membuatmu terluka berkali-kali hingga kamu membalasnya pula padaku. Tapi kamu bertahan. Kamu yakin padaku. Ya, aku yakin padamu tapi tak seyakin kamu kepadaku.

Maafkan aku, membuatmu menangis. Maafkan aku melukaimu. Maafkan aku.

Dan kamu akan bilang “nggak papa”, kemudian aku yang akan merasa sangat bersalah telah melukaimu. Sesungguhnya, aku tak mampu memaafkan diriku sendiri jika kamu berkata seperti itu.

Terimakasih, kawan :)

Untuk Kawan-Kawan FORMASI, 17 April 2012

Kalian. Terimakasih untuk ini. Bukan kue, bukan hadiah kerudung cokelat cantik, tapi untuk kasih sayang yang bisa tergantikan dengan apapun, untuk canda dan tawa yang tak bisa diukur dengan harta, untuk kebersamaan yang takkan pernah runtuh oleh waktu.

Kalian adalah teman dikala sepi menyergap. Kalian, aku selalu merindui setiap dari kalian. Karena tiap-tiap dari kalian, sangat berharga dan tak dapat tergantikan oleh apapun.

Aku tidak pernah merasa waste of space ketika berada diantara kalian. Aku dihargai. Aku ada. Aku diperhitungkan.

Kalian yang terbaik yang pernah kutemui. Kalian selalu ada, selalu saling membutuhkan satu sama lain, termasuk denganku. Aku bahagia! :)

Terimakasih untuk perayaan ulang tahun ini. Tahukah? Aku tidak pernah merayakan ulang tahun dengan suasana seperti ini. Ada lilin, ada lagu “happy birthday”, ada potret untuk secuil kenangan berharga, ada tepuk tangan, ada senyum dan tawa, ada…. Semua ada seperti perayaan kejutan ulang tahun, walau sederhana, tapi indah, kawan :).

Aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata secara langsung. Sumpah aku speechless waktu itu, terlalu banyak yang ingin ku ungkapkan tapi kata tak mampu untuk menembus hati, terlalu sempit jika sekedar berakta “aku bahagia”. Aku lebih dari bahagia! :D ada banyak hal yang belum tersampaikan.

Kalian, takkan tergantikan. Akan tertulis abadi di dalam sejarah hidupku. Aku mencintai kalian. Entah itu sakit, entah itu bahagia :***.

Kebohonganmu

Kamu. Kenapa kamu membohongiku? Kenapa kamu membiarkanku dibutakan oleh semua sikapmu? Dan lalu kenapa kamu diam? Tiga tahun, magentaku. Bukan waktu yang yang singkat, banyak cerita yang bisa kita ukir, canda, tawa, bahagia, amarah, tangis…

Lalu, kenapa baru datang sekarang, saat kamu telah bersamanya? Apakah aku yang dulu datang di waktu yang salah sehingga kamu pula melewatkanku begitu saja?

Kamu. Jangan lagi menebak-nebak apa yang sedang ku pikirkan atau rasakan. Kamu. Tolong jangan buat keadaan menjadi kacau. Kamu. Tidak sepantasnya kamu katakan mencintaiku disaat aku sudah menghilangkan rasa itu. Dan bukankah kamu telah menemukan cinta baru? Tak sepantasnya kamu menghianati cintanya hanya untuk mengejarku.

Kamu. Maafkan aku jika aku tidak membalas sms-sms mu lagi, juga telfonmu. Bukan karena aku marah. Tapi karena kamu sahabat sehidup sematiku – seperti yang kamu katakan minggu lalu padaku.

Sudah terlalu terlambat jika datang sekarang, walau hatiku memang belum ada yang memiliki, tapi sepantasnya kah kamu menghianati cintanya? Tidak, magentaku.

Luruhkan… ini sudah malam. Bukan lagi magenta yang berkuasa di langit senja. Luruhkan magentaku, karena, tidak sepantasnya seperti ini.

Senin, 16 April 2012

Hati Untuk Kamu

Aku hanya ingin mendengar suaramu. Cuma itu. Tapi kamu bahkan tidak menjawab telfonku. Kamu diam, dan kediamanmu membuatku semakin merasa bersalah. Aku mohon kamu jangan marah. Aku bahkan harus mengumpulkan keberanianku dulu untuk menghubungimu. Tapi kamu bahkan hanya diam. Tak mau bebicara sepatah katapun. Dan aku rasanya runtuh oleh rasa bersalah.

Sudah kuberikan hatiku padamu dan ya aku  menyayangimu. Namun sayangnya aku masih saja tidak tahu seberapa besar cintamu padaku. Mungkin aku terlalu dangkal menilaimu. Mungkin aku terlalu cepat melewatkanmu.

Kamu. Aku mohon jangan marah kepadaku. Aku tak pernah ingin melukai seseorang dan aku sadar tak ada orang yang ingin melakukannya--melukai perasaan orang yang dicintainya.

Kamu. Yang suaranya selalu kuridukan sebagai pengantar tidurku. Aku selalu kecanduan mendengar alunan suara merdumu. Mendengarmu menjawab telfonku saja dengan kata “halo”, aku sudah meleleh. Apalagi ketika aku membeku saat bertemu denganmu.

Kamu. Aku menulis ini tidak untuk memintamu kembali. Aku hanya ingin memberitahumu, bahwa aku nyaman berada disisimu. Dengan segala kekurangan dan kelebihanmu.

Kamu. Jangan pernah hilang dari hidupku. Mungkin, kita hanya akan tidak saling memiliki sebagai kekasih, tapi menjadi teman juga tak kalah indah bukan?.

Kamu yang suaranya merdu. Aku masih menyimpan namamu di hatiku. Tergelitik aku untuk mencari nomormu diponselku lalu menghubungimu lagi. Aku sudah dilanda kerinduan ingin berbincang denganmu. Angkat telfonku dan beri aku nada bahagia serta candamu yang membuatku takkan berhenti mendengarkanmu di balik handphone ku. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan sesuatu padamu,
Dengarkan suara angin, dan rasakan bisikku, "aku masih mencintaimu"...

Minggu, 15 April 2012

Kamu dan janjimu

Bisakah dijelaskan ketika kamu merasakan bahwa dialah Mr Right mu? Padahal dia yang dulu adalah dia yang selalu menyakitimu, paling sering membuatmu menangis daripada mantan-mantan kekasihmu yang lain. Dia harusnya TIDAK untuk dipilih. Tapi, hati selalu mengatakan, ya dialah tujuanmu. Bisakah dijelaskan yang seperti ini, bintang?

Kamu bilang, kalau memang kita berjodoh, pasti tak akan kemana. Lalu, apakah benar jodoh itu adalah jodoh dalam hal “cinta” dan “hati” ? atau kita hanya berjodoh untuk bertemu saja, tanpa ikatan seperti dulu?

Aku tidak mengerti yang mana yang kamu maksud.

Tapi kemudian, kita tetap berpisah. Melangkahkan kaki di jalan masing-masing tanpa lagi saling menoleh dan peduli. Padahal dulu kamu mengatakannya seperti bersungguh-sungguh di depanku. Ya, tapi janji tetaplah janji, bukan ?

Beberapa waktu berselang, mengapa aku mulai ragu dengan perkataanmu? Aku takut jika kamu benar-benar beranjak pergi dariku. Aku takut, kamu memang bukan orangnya. Aku takut, dengan cepat kamu berpaling dan menemukan pilihanmu sendiri, dan bagaimana dengan aku?

Tapi aku terdiam, menenangkan hati sayangnya air mataku sudah terlanjur terkoyak. Maka luruhlah ia membentuk aliran-aliran tipis di kedua pipiku. Pelan-pelan aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku seperti ini? Dan mengapa kamu?

Kamu itu, ah… aku sampai tak mampu menuliskannya. Taukah, aku harus berpikir lama untuk mendeskripsikan kamu di hidupku?

Taukah kamu, tiap ku putar lagu “Back to December” nya Taylor Swift di ponselku, aku merasa ceritanya mirip dengan kita? Kadang aku hanya tersenyum simpul, mengingat kembali memori-memori yang telah lama pudar namun tetap ku simpan simpat rapi di sudut hatiku yang terdalam. Siapa yang salah? Dan siapa yang benar? Haruskah dipertanyakan? Ataukah memang hati yang salah? Aku tidak tahu. Aku selalu dibiarkan bertanya-tanya tentangnya.